Jika kita mencari informasi mengenai generasi milenial (gen Y), maka akan banyak bermunculan isu negatif mengenai cara mereka bekerja. Padahal generasi itulah yang saat ini mendominasi jumlah angkatan kerja di berbagai perusahaan. Apakah generasi lain yang perlu merubah sikap dan perilaku para milenial? Ataukah justru generasi lain yang justru perlu mengikuti dan menyeimbangi mereka? Bukankah leader yang sukses adalah leader yang bisa membuat anak buahnya berkembang (termasuk milenial tersebut) dengan cara apapun?
Era Gen Y di Dunia Kerja
Secara usia, milenial berada di rentang 18-37 tahun. Sehingga jabatan tertinggi yang bisa dimiliki oleh “milenial senior” (menjelang umur 37 tahun maupun perbatasan umur dengan generasi X) biasanya yaitu level manajer. Sedangkan para “milenial junior” merupakan para karyawan yang pertama kali memasuki dunia kerja maupun yang sudah bekerja beberapa tahun di berbagai perusahaan. Para milenial memang dikenal dengan berbagai stigma kurang baik. Misalnya, berdasarkan survey Job Planet tahun 2017, tingkat kesetiaan gen Y dalam bekerja di perusahaan lebih rendah dibandingkan generasi X. Bahkan, pada tahun 2013, majalah TIME menulis bahwa milenial adalah generasi pemalas. Selain itu, Dan Parkaz dalam bukunya yang berjudul NetGen menyebutkan bahwa milenial menginginkan tempat kerja yang tidak kaku dan mendorong kreatifitas. Dengan berbagai anggapan tersebut, lantas bagaimana caranya supaya bisa sukses bekerja dengan para milenial?
Pilihan Solusi dalam Menghadapi Milenial
Problem 1: “Tidak setia bekerja dengan perusahaan”
Bukan seberapa lama milenial bisa bekerja di suatu perusahaan, melainkan seberapa engaged milenial tersebut dengan perusahaan. Tidak lama bukan berarti tidak bisa engaged dan lama pun bukan berarti akan selalu engaged. Coba cek kembali aturan yang sudah ada di perusahaan. Misalnya, apakah aturan jam kerja sudah fleksibel? (misalnya harus datang dalam rentang waktu 8-8.30 dan dapat pulang setelah 8 jam bekerja) Apakah mereka diberikan kebebasan untuk menyalurkan ide-ide kreatif untuk perusahaan? Apakah ada pilihan bekerja secara remote? Apakah ada acara-acara atau event tahunan yang dapat melibatkan kolaborasi antar divisi yang juga dapat menciptakan teamwork yang solid? Apakah komunikasi antar level jabatan dan sinerginya berjalan dengan baik? Dengan mengecek dan memperbaiki poin-poin tersebut, secara perlahan akan membuat para milenial lebih engaged dan bonusnya akan bertahan bekerja lebih lama di perusahaan masing-masing.
Problem 2: “Pemalas”
Pemalas memang bukan hanya sifat untuk milenial saja, melainkan setiap orang pun dapat memilikinya. Jika memberikan rewards dalam bentuk bonus sudah dilakukan namun belum cukup berhasil untuk memacu semangat bekerja para milenial, maka perlu reward lain dalam bentuk non materi, misalnya bonus bekerja remote dari rumah, hari libur tambahan, ataupun bonus pulang lebih cepat di akhir pekan. Tentunya dengan syarat bahwa target harian, mingguan, maupun bulanan dapat terpenuhi sehingga secara perlahan cap pemalas tidak lagi menempel untuk mereka.
Problem 3: Tempat Kerja Kaku
Berada selama kurang lebih 8 jam di tempat kerja yang tidak nyaman, memang akan membuat milenial secara perlahan tidak betah. Namun, bukan berarti semua perusahaan harus mengubah ataupun merenovasi besar-besaran demi mengikuti gaya kantor masa kini seperti desain kantornya para start up. Pilihan dengan budget minim yang dapat dilakukan untuk mengurangi suasana tempat kerja yang kaku adalah bermain game online dengan para karyawan saat jam istirahat ataupun setelah jam kantor. Selain itu, berbagai quotes dari para top leader, ucapan sapaan, petunjuk, nama ruangan, papan nama di meja dapat didesain dengan font unik dan ditempel ataupun digantung. Bahkan, bisa juga dicoba untuk membuat menu harian yang dapat dipesan dengan bantuan office boy tentunya dengan dekorasi menarik. Hal-hal kreatif memang disukai para milenial dan tentunya dapat mengurangi suasana kaku di kantor.
Untuk dapat sukses bekerja dengan milenial, sudah seharusnya perusahaan-perusahaan mencoba beradaptasi dengan perkembangan gaya bekerja masa kini yang didominasi oleh para milenial ini. Berubah demi bisa membuat mereka nyaman dan engaged memang tidak mudah, namun yang lebih sulit adalah bertahan di saat perusahaan-perusahaan lain justru berubah. Bukankah seiring perkembangan zaman akan ada milenial-milenial berikutnya dan teknologi lainnya yang justru dapat mempengaruhi cara dan suasana bekerja?
Mari berkolaborasi dan adaptif untuk bisa sukses bekerja dengan para milenial!
Account Manager of Duage Management
Manage Coaching & Training Project